Ekstremis Islam memenggal sandera Barat di Filipina
Ekstremis Islam di Filipina memenggal satu dari tiga sandera Barat yang ditangkap beberapa bulan lalu, kata Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau kepada wartawan, Senin.
Kelompok teror Abu Sayyaf mengeluarkan ancaman publik untuk membunuh salah satu sandera dan menuntut $6,5 juta untuk masing-masing sandera pada Senin sore. Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau membenarkan kematian John Ridsdel dari Calgary, 68 tahun, dengan mengatakan: “Itu adalah tindakan pembunuhan berdarah dingin.”
Para teroris diyakini menyandera lebih dari selusin sandera, termasuk seorang warga Kanada lainnya, seorang wanita Norwegia dan seorang wanita Filipina, serta 14 awak kapal asal Indonesia dan empat warga negara Malaysia yang diculik di bawah todongan senjata dari tiga kapal tunda sejak bulan lalu. Kepala itu ditemukan di Pulau Jolo di hutan provinsi Sulu.
Para penculik diduga membawa Ridsdel dari marina di selatan Pulau Samal pada September lalu. Ridsdel adalah mantan COO perusahaan pertambangan TVI Resource Development Inc., seorang pejabat perusahaan mengatakan kepada CBC News.
Walikota Jolo Hussin Amin mengutuk pemenggalan kepala tersebut dan menyebutnya sebagai “tindakan biadab”.
Pasukan militer sibuk menyelamatkan orang-orang yang diculik ketika batas waktu tebusan semakin dekat. “Upaya maksimal sedang dilakukan…untuk melakukan penyelamatan,” kata militer dan polisi dalam pernyataan bersama, tanpa mengungkapkan rincian operasi penyelamatan, yang diperintahkan oleh Presiden Benigno Aquino III.
Sekitar 400 militan Abu Sayyaf terlibat dalam penculikan tersebut, kata polisi.
Dalam video militan yang diposting online, Ridsdel, bersama dengan Robert Hall dari Kanada, Kjartan Sekkingstad dari Norwegia, dan Marites Flor dari Filipina, terlihat duduk di lapangan dengan militan bersenjata lengkap berdiri di belakang mereka. Dalam beberapa video, seorang militan menodongkan pisau panjang ke leher Ridsdel. Dua bendera hitam tergantung di latar belakang.
Penculikan tersebut menyoroti masalah keamanan yang sudah lama terjadi di Filipina selatan, wilayah yang kaya sumber daya alam yang juga menderita kemiskinan, pelanggaran hukum, dan pemberontakan Muslim dan komunis selama beberapa dekade.
Abu Sayyaf memulai serangkaian penculikan besar-besaran setelah muncul pada awal tahun 1990-an sebagai akibat dari pemberontakan separatis oleh minoritas Muslim di wilayah selatan negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik Roma.
Militer telah melemahkan kelompok tersebut, namun para analis mengatakan uang tebusan dan pemerasan telah membantu kelompok tersebut bertahan. Amerika Serikat dan Filipina sama-sama memasukkan kelompok tersebut sebagai organisasi teroris.
Associated Press berkontribusi pada laporan ini.