Studi pertama menjelaskan mengapa istirahat sangat penting setelah gegar otak

Para peneliti yang menciptakan model hewan untuk mengamati bagaimana otak pulih dari trauma kepala yang berulang menyimpulkan bahwa dokter yang memberikan istirahat beberapa hari setelah gegar otak mengikuti protokol yang tepat.

Ahli saraf dari Georgetown University Medical Center (GUMC) menciptakan penelitian pertama yang mengamati respon otak terhadap gegar otak tunggal, yaitu cedera yang dialami setiap hari selama 30 hari dan cedera yang diterima setiap minggu selama periode waktu tertentu. telah diterima.

“Sangat sulit untuk mempelajari perubahan akut yang terjadi di otak,” kata Dr. Mark Burns, peneliti utama dan asisten profesor ilmu saraf di GUMC, mengatakan kepada FoxNews.com. “Sebagian besar model hewan mengalami trauma parah.”

Dalam penelitian ini, peneliti mampu mengontrol jumlah dan tingkat keparahan trauma yang diterima hewan tersebut. Mereka menemukan bahwa tikus yang mengalami gegar otak ringan berulang kali dengan waktu pemulihan hanya satu hari setelah cedera, mengalami kerusakan otak dan peradangan yang tetap terlihat setahun setelah cedera.

Pada tikus yang mengalami gegar otak tunggal, peneliti menemukan bahwa otak kehilangan 10-15 persen koneksi saraf di otak mereka untuk sementara, namun tidak terjadi peradangan atau kematian sel. Dengan istirahat tiga hari, semua koneksi saraf pulih. Respons saraf juga terlihat ketika istirahat satu minggu diberikan di antara setiap cedera.

“Merupakan kabar baik bahwa otak dapat pulih dari pukulan jika mendapat cukup waktu untuk beristirahat dan memulihkan diri,” kata Burns. “Tetapi di sisi lain, kami menemukan bahwa otak tidak melakukan penyeimbangan kembali ini ketika dampaknya terjadi terlalu dekat.”

Burns mengatakan penelitian ini dirancang agar para peneliti dapat mendeteksi gegar otak yang paling ringan, dibandingkan dengan trauma parah yang gejalanya lebih jelas. Misalnya, seorang pemain yang menerima pukulan berulang-ulang di kepala selama latihan sehari-hari, dibandingkan dengan pukulan yang lebih serius selama pertandingan.

“Gegar otak sendiri tidak harus berupa hilangnya kesadaran, tapi jelas mudah untuk dideteksi ketika Anda tidak sadarkan diri di lapangan,” ujarnya. “Jumlahnya serendah mungkin dalam model ini, dan idenya adalah untuk mengetahui trauma kepala ini dan melihat apa respons awalnya dan membandingkannya dengan cedera berulang.”

“Temuan ini mencerminkan apa yang telah diamati mengenai kerusakan yang terjadi pada manusia bertahun-tahun setelah cedera otak, khususnya di kalangan atlet,” kata Burns. “Penelitian telah menunjukkan bahwa hampir semua orang dengan gegar otak pergelangan kaki pulih secara spontan, namun atlet yang melakukan olahraga kontak jauh lebih rentan terhadap kerusakan otak permanen. Temuan ini memberikan gambaran tentang bagaimana dan kapan gegar otak dan trauma kepala ringan dapat menyebabkan kerusakan otak berkelanjutan.”

Studi ini dipublikasikan pada edisi Maret 2016 Jurnal Patologi Amerika.

Lebih lanjut tentang ini…

game slot gacor