Tanya Jawab: RUU keamanan Jepang dan bagaimana ancaman baru membebani konstitusi pasifisnya

Parlemen Jepang sedang dalam proses menyetujui undang-undang yang akan melonggarkan pembatasan yang diberlakukan pada militer pasca-Perang Dunia II, sebuah isu yang telah memicu protes besar dan perdebatan mengenai apakah negara tersebut harus beralih dari cara-cara pasifis untuk tumbuh menghadapi tantangan keamanan.

Lihatlah apa yang dipertaruhkan:

___

BAGAIMANA LEGISLASI AKAN MENGUBAH MILITER JEPANG?

Konstitusi pasifis Jepang pasca-Perang Dunia II membatasi militer untuk membela diri dan negara. Bahkan disebut Pasukan Bela Diri.

Perubahan yang mendapat perhatian paling besar ini memungkinkan militer untuk juga membela sekutunya berdasarkan konsep yang dikenal sebagai pertahanan diri kolektif, yang dianggap inkonstitusional oleh pemerintah sebelumnya.

Misalnya, Jepang akan mampu mencegat rudal yang terbang di atas Jepang menuju wilayah AS. Saat ini, mereka hanya dapat menembak jatuh rudal ketika ditembakkan ke Jepang. Atau, jika kapal perang Amerika diserang, pasukan Jepang dapat mempertahankannya.

Lebih jauh lagi, Jepang akan mampu menambang cadangan di perairan Timur Tengah.

Semua kegiatan tersebut hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu. Misalnya, suatu situasi harus dianggap sebagai “ancaman kritis yang akan segera terjadi” bagi Jepang. Gangguan pengiriman minyak bisa menjadi ancaman bagi Jepang yang miskin sumber daya sehingga membenarkan adanya penambangan di Timur Tengah.

Pihak oposisi mengatakan kondisi tersebut terlalu kabur, sehingga memberikan terlalu banyak ruang bagi pemerintah di masa depan untuk menafsirkannya sesuai keinginan mereka.

Undang-undang tersebut juga akan memungkinkan Jepang untuk berbuat lebih banyak dalam misi penjaga perdamaian PBB, termasuk dukungan logistik untuk militer lain dan perlindungan bagi pekerja sipil. Sebelumnya, Jepang membatasi perannya pada kegiatan non-tempur seperti pembangunan infrastruktur dan kepolisian.

___

APA YANG MENDORONG PERUBAHAN INI?

Para pendukung undang-undang tersebut berpendapat bahwa halaman belakang Jepang telah menjadi tempat yang lebih berbahaya, dengan alasan uji coba rudal Korea Utara dan tantangan Tiongkok terhadap kedaulatan Jepang atas pulau-pulau terpencil.

Mereka mengatakan militer yang lebih aktif diperlukan untuk membantu menjaga perdamaian dan kemakmuran Jepang dengan menghalangi Tiongkok dan Korea Utara. Tujuan utama dari undang-undang ini adalah untuk memungkinkan militer bekerja lebih dekat dengan sekutu utamanya, Amerika Serikat, guna memperkuat kemampuan bersama mereka.

Secara umum, Perdana Menteri Shinzo Abe dan tokoh-tokoh lain di Partai Demokrat Liberal telah lama merasa kesal dengan pembatasan konstitusional tersebut, dan percaya bahwa Jepang harus memiliki militer yang lebih kuat.

Pemerintah AS menyambut baik perubahan tersebut dan berupaya menjalin kerja sama yang lebih erat tidak hanya dengan Jepang tetapi juga dengan Australia, Filipina, dan negara-negara lain di kawasan ini untuk melawan tantangan Tiongkok terhadap pengaruh AS di Pasifik.

Jepang sangat bergantung pada AS dalam hal perlindungan sejak Perang Dunia II, sehingga memungkinkan pasukan AS ditempatkan di tanah Jepang sebagai imbalannya. AS tetap terikat pada perjanjian untuk membela Jepang, namun muncul juga kekhawatiran bahwa Amerika Serikat yang kekurangan anggaran mungkin tidak mampu atau tidak memiliki kemauan politik untuk melakukan hal tersebut di masa depan.

___

MENGAPA PERUBAHAN INI SANGAT KONTROVERSIAL?

Langkah-langkah untuk memperluas peran militer hampir selalu kontroversial di Jepang. Ada tentangan sengit dari masyarakat dan parlemen ketika Jepang pertama kali bergabung dalam operasi penjaga perdamaian PBB pada tahun 1992, dan ketika Jepang mengirim pasukan ke Irak untuk proyek konstruksi pada tahun 2004.

Banyak orang Jepang yang mewaspadai perubahan sikap pasifis di negaranya, yang telah membawa perdamaian dan kemakmuran selama tujuh dekade. Mereka khawatir bahwa memperdalam hubungan keamanan AS-Jepang akan menjadikan Jepang lebih mungkin menjadi sasaran ekstremis anti-AS, dan meningkatkan risiko terlibat dalam konflik yang dipimpin AS. Beberapa pelajar khawatir bahwa undang-undang tersebut dapat mengarah pada rancangan militer seiring dengan menyusutnya populasi Jepang dan bertambahnya usia.

Masyarakat menyadari adanya ancaman tersebut, namun tetap merasa tidak nyaman dengan perubahan yang terjadi. Jumlah demonstran yang menentang RUU tersebut melebihi jumlah pendukung dalam jajak pendapat media, dan demonstrasi menentang RUU tersebut serta Perdana Menteri Abe sendiri telah membengkak hingga puluhan ribu dalam beberapa bulan terakhir, jumlah yang luar biasa besarnya bagi Jepang.

situs judi bola online